Keren ini..Susi: "Silahkan Ahli Hukum Berdebat, Saya Tetap akan Tenggelam Kapal Illegal Fishing


Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mempersilahkan semua pihak, termasuk lembaga penegak hukum, berdebat terkait penindakan kapal illegal fishing.

Namun, ia mengatakan akan tetap pada pendiriannya. "Jadi Kejaksaan, MA, monggo (berdebat), saya tetap, kapal pencuri ikan akan saya tenggelamkan," ujar Susi saat menutup Rakornas Pemberantasan Penangkapan Ikan secara ilegal di Jakarta, Kamis (30/6/2016).

Menteri asal Pangandaran Jawa Barat itu mengakui adanya perbedaan pendapat di kalangan para ahli hukum dan penegak hukum terkait penindakan kapal-kapal illegal fishing.

Namun ia mengatakan bahwa tindakan Satgas yang ia pimpin merupakan langkah untuk menjaga kedaulatan wilayah Indonesia.

Selain itu banyak pula aturan-aturan yang tumpang tindih terkait penegakan hukum terhadap kapal-kapal yang mencuri ikan di laut Indonesia.

Meski begitu, ia meminta semua stakeholder yang terkait dengan penegakkan hukum terhadap illegal fishing kompak memprioritaskan kedaulatan negara.

"Tetapi kalau kita berbenturan dengan urusan ini (aturan), kapan kita selesai?," kata Susi.

"Silahkan ahli hukum kita berdebat, eksekutor di lapangan tidak boleh. Saya ingin eksekutor tetap sesuai kecepatan kerja, tegas dan lugas," lanjut menteri nyentrik itu.[kompas.com]

Wah...Kapolri: "Nanti Akan Ada Patroli Dunia Maya Cegah Provokasi di Media Sosial"


Guna menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat pihak kepolisian akan melakukan patroli di dunia maya atau cyber patrol.

Cyber patrol dilakukan untuk mencegah adanya potensi provokasi dan hate speech atau ujaran kebencian di dunia maya, terutama media sosial.

"Tidak hanya patroli fisik untuk menjaga keamanan, ada juga patroli di dunia maya," ujar Kapolri Jenderal Tito Karnavian saat mengunjungi Polda DIY, Sabtu (6/8/2016).

Saat ini penyebaran informasi di medsos sangat cepat dan tak terbendung. Beberapa oknum tidak bertanggungjawab memanfaatkan media untuk menyebarkan isu provokatif dan memicu konflik.

Cyber patrol dilakukan untuk mendeteksi kemungkinan unggahan tulisan atau gambar yang rawan menimbulkan konflik. Sehingga kepolisian dapat mencegah hal tersebut berlanjut.
"Langkah-langkah seperti menetralisir opini. Bisa juga dilakukan dengan teknik-teknik hacking dan bisa juga melakukan penegakan hukum, kalau memang harus," tegas dia.

Kerusuhan di Tanjungbalai Asahan Sumatera Utara beberapa waktu lalu, kata Tito, menjadi contoh nyata penyebaran informasi kurang akurat lewat medsos yang menyulut warga membakar rumah ibadah.

"Foto-foto yang mungkin tahun lama, yang 1998 diangkat seolah terjadi peristiwa sekarang. Itu gampang sekali memprovokasi masyarakat," beber mantan Kepala BNPT ini.
Patroli dunia maya dilakukan tim cyber yang dibentuk di Mabes Polri maupun Polda seluruh Indonesia. Namun Tito menegaskan, patroli cyber tidak bermaksud membatasi kebebasan berekpersi di dunia maya.

Kapolri meminta kepada masyarakat tidak mudah terprovokasi oleh informasi yang beredar di medsos. Sebab tidak semua informasi memliki akurasi kebenaran dan sumber yang jelas.[tribun]

Tommy Soeharto: Hanya Polisi Tidur yang Bisa Dipercaya Saat Ini


Penangkapan penyidik KPK Novel Baswedan oleh Polri menuai banyak kecaman. Penangkapan itu dinilai sebagai upaya pelemahan terhadap KPK karena kasus yang dituduhkan terhadap Novel sudah terjadi 2004 silam.

Banyak yang mengemukakan kekecewaan kepada polisi saat ini. Salah satunya adalah Hutomo Mandala Putra. Ia mengungkapkan bahwa polisi saat ini sulit untuk dipercaya.

Mesti bernada gurau, namun apa yang disampaikannya menuai tanggapan di dunia sosial media, twitter.

“Hanya polisi tidur yang bisa dipercaya saat ini,” tulis Tommy, dalam akun twitternya, beberapa saat lalu.

Namun Tommy tidak mengemukakan alasan kenapa di balik cuitannya tersebut. Meski demikian, banyak yang menanggapi tweet tersebut.

“Betul mas gak bisa di percaya,saat ini yg tepat jadi polisi bagi diri sendiri,” tulis Yandi Satria CH.

“Satu lagi patung polisi juga mas!” tulis akun lainnya.

Namun ada pula yang tidak setuju dengan pandangan Tommy. Salah satunya yang ditulis akun @bosbenkkel. Ia menulis, “Jangan begitu bos. Polisi sekarang lebih baik dari jaman Orba. Nggak percaya? pergi ke Aceh sana.. tanya warga,” ujarnya.

Diketahui, Novel Baswedan ditangkap oleh Polri pada Jumat (2/5/2015). Diduga kuat, penangkapan tersebut karena adanya motif balas dendam yang dilakukan Polri terhadap KPK. Hubungan KPK-Polri masih tetap panas, terlebih usai penetapan Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka beberapa waktu lalu yang menjadikannya gagal dilantik sebagai Kapolri.[teropong]

Hebooh..Orang Depok Ini Membeli Motor CBR150R Dengan Uang Koin Satu Ember

Setiadi, seorang konsumen Honda Motor Care, di Jalan Raya Sawangan, Depok, membeli Honda CBR150R Repsol dengan cara yang unik. Dia membayar motor sport yang dibandrol sebesar Rp 33,425 juta secara tunai dengan pecahan uang koin, yang dikumpulkan di sebuah ember dan dus.

Mia Sisilia, pegawai Honda Moto Care Depok mengatakan bahwa konsumen tersebut datang dengan membawa uang koin di dalam ember berukuran 25 kilogram (kg).

"Kemarin sales yang menangani itu Yulia Anggraini teman saya. Bapaknya itu datang membawa ember bekas cat berukuran 25 kg yang isinya uang koin semua dan satu dus berisikan 14 plastik pecahan Rp 1.000," ucap Mia saat dihubungi Otomania, Selasa (27/9/2016).


Menurut Mia, Setiadi mendapat uang koin dari hasil mengumpulkan selama lima tahun, baik dari uang sisa jajan atau uang sisa berbelanja di supermarket. Unit CBR yang dibelinya akan digunakan oleh anaknya.

Tim yang mengurus sempat kewalahan menghitung jumlah uang koin yang dibawa Setiadi. Proses penghitungan sudah dimulai sejak kemarin pagi, Senin (26/9/2016) dan sampai saat ini pun belum selesai semua.

"Kita ganti-gantian menghitung uangnya, tapi belum kelar. Sampai saat ini baru Rp 32 juta dalam bentuk koin Rp 1.000. Kalau semua sudah terhitung, baru kami infokan ke konsumen untuk pengiriman unitnya," ucap Mia.[Sumber : otomania.com]

TRENYUH! Ayah Mereka Meninggal, Ibu Kawin Lagi, Begini Nasib Tiga Bocah Bersaudara di Pulau Dewata


Tiga bersaudara dengan usia sama-sama belia, bahkan ada yang masih balita, harus menjalani kerasnya kehidupan tanpa orangtua. Mereka hidup bersama dengan segala kekurangan dan jauh dari keramaian.

Nasib I Nyoman Ariya (14), I Ketut Sana (12), dan I Wayan Sudirta (4,5) mungkin tak seberuntung anak-anak seusianya.
Di saat anak-anak yang lain bisa menikmati hidup bersama keluarga tercinta, Ariya dan adik-adiknya justru harus kehilangan kasih sayang orangtua. Ariya, Sana, dan Sudirta ditinggal ayah dan ibunya.

Ayahnya, I Nyoman Koka, meninggal dunia lima tahun lalu karena sakit. Sedangkan ibunya, Ni Wayan Sriyani, memilih untuk menikah lagi. Adapun kakak tertuanya, I Nengah Santa, merantau ke Jembrana, Bali.
Mereka hidup bersama di gubuk yang jauh dari keramaian, di tengah Bukit Puncak Sari, Dusun Darmaji, Desa Ban, Kecamatan Kubu, Karangasem. Hanya dua ekor anjing penjaga rumah yang setia mendampinginya.
Saat disambangi Tribun Bali (Tribunnews.com Network) di rumahnya, Kamis (1/9/2016), kondisi ketiga anak ini membuat hati terenyuh. Mereka hidup serba kekurangan.


Kebutuhan pokok misalnya beras, sama sekali tak ada di dalam rumah dan dapurnya yang berdinding anyaman bambu. Yang tampak di dalam rumah dan dapur hanya debu, dan pakaian bekas bergelantungan.
Cubang (tempat penyimpanan air hujan) untuk minum juga minim. Bahkan korek api untuk menyalakan paon juga tak ada. Walaupun hidup serba kekurangan, tiga bocah ini tak menyerah. Demi mempertahankan hidup, mereka berusaha mencari uang untuk biaya makan maupun sekolah.
Ariya, yang saat ini tercatat sebagai siswa kelas II SMP Yayasan PKBM Ekoturin di Dusun Darmaji, menjadi tukang penek nyuh (panjat pohon kelapa). Dengan keahliannya ia memanjat pohon kelapa milik warga untuk memetik busung (janur).

Sedangkan Sana, siswa kelas VI SD di Desa Ban, meburuh jadi tukang sabit untuk memberi makan ternak.  Aktivitas sampingan ini dilakukan setelah pulang sekolah.
Bila tak cukup memiliki uang membeli kebutuhan makan, mereka terpaksa berharap pemberian keluarga atau warga yang tinggal di atas Bukit Puncak Sari. Itu pun jaraknya dua kilometer. Mereka harus melalui jalan yang terjal serta berdebu dengan berjalan kaki.

"Kalau punya beras, saya pilih masak sendiri di rumah. Kalau tidak ada, saya minta makan sama keluarga atau tetangga di atas (bukit)," tutur Ariya, sembari memasak air dengan kayu bakar di paon ditemani si bungsu.
"Kadang kakak saya, Nengah Santa, yang beri uang. Dia kerja di Negara jadi tukang panen cengkih,” lanjut Ariya, yang berperawakan kurus dan berperan sebagai "orangtua" bagi adik-adiknya.


Sang paman, I Ketut Madia, mengaku turut prihatin dengan nasib ketiga ponakannya. Namun ia juga tak bisa berbuat banyak.
"Ketika tak ada makanan, mereka sering memilih berdiam diri di rumah. Saya hanya bisa membantu memberi makan saja," kata Madia.
Sejauh ini, kata Madia, belum ada bantuan dari pemerintah daerah.
”Sudah dua tahun lebih begini. Kasian mereka semua. Mudah-mudahan ada bantuan dari bupati atau gubernur,” harapnya,
[Jateng.tribunnews.]